Pages

Wednesday, January 11, 2012

First Bite

Halo! Selamat Datang!
Menurut seorang teman (sebut saja namanya Mawar), cita-cita untuk berkarir di dunia jurnalistik dan tulis-menulis harus berawal dari publikasi blog. Simak saja petikan percakapan membosankan kami:

“You’ve got to start somewhere, Dude! | Oh… | Udah pernah nyoba nulis? | Satu, ada di blog…sisanya ngedit buletin dan one liner… | Dicoba dong, niat dikitlah~”
Dari situ bisa disimpulkan (selain fakta bahwa Mawar orangnya dominan) memulai sesuatu tidaklah mudah, boro-boro menjaga konsistensi. Karenanya, saya menan…
Mawar: “Hey, hey…kalo ngomong terus, kapan mau mulai nulisnya nih? *mengibaskan pecut berbahan dasar daun pepaya gandul”
Hm, ok-lah, sebelum kalian mulai sign out dari blog ini, silakan menikmati tulisan pertama dari saya….*bergegas ke balik panggung sambil membawa award untuk kategori aktor terbaik
We’re judged by our cover – sedih memang, tapi itulah faktanya. Profile picture atau jenis krim yang dipakai adalah transparansi kepribadian kita. Kadang marah saat dicap “pemalu” karena kerap memajang foto bayi, binatang, kartun, atau foto diri yang diambil dari jarak jauh. Kadang sedih saat difitnah cuek hanya karena kulit bersisik. Saya sendiri kena vonis “miskin“ gara-gara tertangkap basah makan siang berlauk tempe – (mengernyit:) sejak kapan tempe dan nontempe menjadi hijab strata sosial? Bukannya keberatan dengan predikat “miskin“, tapi setahu saya sekarang batasan kaya dan miskin malah makin saru. Lha, yang katanya “orang kaya“ aja rela antri-bertaruh nyawa demi ponsel pintar diskonan, kok. Padahal dulu sih...dulu ya...“orang kaya“ paling alergi barang murah.
Balik ke masalah imej, pasti mau kan disebut-sebut sebagai "billionaire under 25", atau "diplomat muda layak kawin"? Saya sendiri dulu punya ambisi untuk jadi anggota boyband eksekutif muda, kerja di cubicle, dan dipanggil “Pak” oleh kolega. Pencitraan itu penting, dan kadang jauh lebih penting dari…ehm…harga diri. Kalau kamu naik pangkat dari hasil menjilat bos, misalnya, nah, itu yang saya maksud! Di suatu tim, biasanya adalah satu orang yang menurut kita nggak bagus-bagus banget, tapi bercokol di puncak klasemen suksesor si bos. Dialah yang selalu ingat ultah anaknya si bos, paling bisa bikin istri bos ketawa, dan sering terlihat akrab dengan sopirnya si bos. Terus, coba tebak siapa yang sering diajakin bos makan siang bareng? Singkat cerita, semakin kita berharap belangnya ketauan, semakin langgeng hubungan mereka berdua, dan makin bersinar pulalah karir beliau. Di kantor dia adalah rising star…
Mungkin aneh, tapi kalau menurut saya, hal ini wajar dan bisa dinamakan mekanisme pertahanan diri. On their defense, menjilat itu nggak gampang – butuh nyali dan keahlian khusus. Sama halnya kalau kamu bisa masuk PNS karena punya koneksi. Beruntunglah mereka yang punya “aset“ penting semacam itu, seberuntung manusia-manusia yang dilahirkan dengan keindahan fisik *ehem bercermin di selokan. Betapa tidak? Manusia ber-Papa Jenderal, Tante Dubes, atau Kakek Komisaris toh nggak banyak jumlahnya.
Anyway, kita kan tetap punya pilihan: aset tersebut mau dipake atau nggak?

3 comment(s):

B said...

welcome to blog world fella :D

Yuuki said...

Thankssss~ Mohon petunjuk!

B said...

Petunjuk apo nian??? Men cuma ngetik2 be pecaknyo lah pakam kau wkwkwkwkwkwkwk